Senin, 30 Mei 2011

METODE PENDIDIKAN SUNAN KALIJAGA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Pendidikan sebagai suatu proses dalam pandangan filsafat pendidikan Islam, sebagaimana tidak dapat dilepaskan dari keterkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Dengan demikian pendidikan pada hakikatnya adalah rangkaian bimbingan dan pengarahan hidup manusia berupa kemampuan-kemampuan dasar (potensi fitrah) dan kemampuan ajar (Intervensi), sehingga terjadi perubahan dalam kehidupan pribadinya baik dalam statusnya sebagai makhluk individu sosial serta hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup (M. Arifin, 1994 : 14). Proses tersebut senantiasa harus berada dalam nilai-nilai Islam yaitu nilai-nilai yang melahirkan normanorma Syari’at dan Akhlaq al Karimah.
Pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba-hamba Allah SWT (Nur Uhbiyati, 1997 : 12). Menurut Solicin bahwa membicarakan tentang Walisongo berarti membicarakan mengenai Islam di tanah Jawa. Oleh karena Walisongo lah yang mempelopori dakwah Islam di bumi Jawa. Walisongo dianggap sebagai tokoh-tokoh sejarah kharismatik yang membumikan Islam di tanah Jawa yang sebelumnya berkembang bersama tradisi Hindu-Budha (Purwadi, 2003:33) Kata wali berasal dari bahasa Arab itu artinya dekat atau kerabat, atau teman. Dalam Al-Qur’an istilah ini disebutkan dalam surat Yunus : 62 dan Al-Baqarah : 257. Menurut Efendy (dalam Purwadi, 2003 : 39) kata “wali” menurut istilah, ialah sebutan bagi orang-orang Islam yang dianggap keramat, mereka adalah penyebar agama Islam. Mereka dianggap manusia suci kekasih Allah, orang-orang yang sangat dekat dengan Allah, yang dikaruniai tenaga ghaib, mempunyai kekuatan-kekuatan batin yang sangat berlebih, mempunyai ilmu yang sangat tinggi, sakti berjaya-kejiwaan.
Menurut Hadiwiyono, kata sanga menurut pendapat Mohammad Adnan adalah perubahan dari kata sana yang berasal dari kata Arab “tsana” berarti sama dengan mahmud yang terpuji. Jadi Wali Sana artinya wali-wali terpuji. Pendapat Raden Tanoyo (pengarang kitab Wali Sanga). Hanya saja Tanoyo mengartikan sana bukan hanya terpuji tetapi tempat (Purwadi, 2003:39). Di antara Wal itu adalah merea Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat,bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid (Rahimsah, 2002 : 5). Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa yakni Hindu dan Budha (Purwadi, 2003: 73).
Tokoh wali yang sangat banyak mengandung misteri adalah Sunan Kalijaga. Ia salah seorang wali yang mulus berdarah Jawa. Bapaknya bernama Ari Teja, perdana Menteri Majapahit pada masa Bhre Kertabumi Brawijaya V, yang juga menjabat adipaati di Tuban dengan gelar Ki Tumenggung Wilwatika. Sebagai penyeru agama, Sunan Kalijaga termasyur ke mana-mana. Ia seorang mubalig keliling yang daerah operasinya sangat luas. Pengikutnya tidak terbatas pada satu dua golongan saja. Banyak kaum bangsawan serta kaum cendikiawan yang tertarik kepada tablignya, karena dalam berdakwah ia amat pandai menyesuaikan diri dengan keadaan. Ia berusha mengawinkan adat istiadat Jawa dengan kebudayan Islam, dan menjadikannya media untuk meluaskan syiar Islam. Dalam kisah kewalian, Sunan Kalijaga dikenal sebagai orang yang menciptakan “pakaian takwa”, tembang-temang Jawa, seni memperingati Maulid Nabi yang telah dikenal dengan sebutan Grebed Mulud. Upacara Sekaten (syahadatain, mengucapkan dua kalimat syahadat) yang dilakukan setiap tahun untuk mengajak orang Jawa masuk Islam adalah ciptaannya (Achmad Chodjim, 2003 : 13).
Berangkat dari uraian tersebut diatas, penulis merasa sangat tertarik dan berminat untuk membuat makalah tentang pendidikan Islam menurut pemikiran Sunan Kalijaga sebagai objek kajian utama dalam pembahasannya. Terutama caranya berdakwah, yang dianggap berbeda dengan metode para wali yang lain. Dia berani memadukan dakwah dengan seni budaya yang mengakar di masyarakat. Ia tidak melakukan konfrontasi dengan budaya yang mengakar di masyarakat. Ia tidak melakukan konfrontasi dengan budaya masyarakat yang ada melainkan dengan “tapa geli” (mengikuti aliran air) dengan kebiasaan yang berlaku dan memberi baju Islam atau member pesan-pesan keislaman. Dengan demikian andil dan peranan Islam dalam membentuk kebudayaan Islam di Indonesia pada masa lalu hingga sekarang.
B. Rumusan Masalah
Ditinjau dari latar balakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Proses Sunan Kalijaga dalam Memperoleh pendidikan?
2. Bagaimana Metode pendidikan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dalam mendidik Muridnya ?

C. Tujuan Masalah
Ditinjau dari rumusan masalah di atas, maka dapat diambil tujuan masalah sebagai berikut:
1. Mengatahui Proses Pendidikan yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga.
2. Mengatahui Metode pendidikan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dalam mendidik Muridnya.

















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses Pendidikan Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1455. Beliau diberi nama Raden Mas Said atau yang bergelar “Sunan Kalijaga” yang merupakan putra dari Ki Tumenggung Wilatikta yaitu Bupati Tuban. Dan ada pula yang mengatakan bahwa nama lengkap ayah Sunan Kalijaga adalah Raden Sahur Tumenggung Wilatikta. Selain itu ada versi lain yang menyatakan bahwa ayah Sunan Kalijaga bernama Haryo Tejo III . Saat Sunan Kalijaga masih kecil, beliau sudah merasakan dan melihat lingkungan sekitar yang kontradiktif dengan kehidupan rakyat jelata yang serba kekurangan, menyebabkan ia bertanya kepada ayahnya mengenai hal tersebut, yang dijawab oleh ayahnya bahwa itu adalah untuk kepentingan kerajaan Majapahit yang membutuhkan dana banyak untuk menghadapi pemberontakan. Maka secara diam-diam ia bergaul dengan rakyat jelata, menjadi pencuri untuk mengambil sebagian barang-barang di gudang dan membagikan kepada rakyat yang membutuhkan. Namun akhirnya ia ketahuan dan dihukum cambuk 200 kali ditangannya dan disekap beberapa hari oleh ayahnya, yang kemudian ia pergi tanpa pamit. Mencuri atau merampok dengan topeng ia lakukan, demi rakyat jelata. Tapi ia tertangkap lagi, yang menyebabkan ia di usir oleh ayahnya dari Kadipaten. Akhirnya ia pun pergi, tinggal di hutan Jadiwangi dan menjadi perampok orang-orang kaya dan berjuluk Brandal Lokajaya. Di Hutan Jadiwangi itulah ia menjadi pembegal yang kejam .
Pada suatu hari di dalam hutan Jadiwangi itu Sunan Bonang sedang lewat, kemudian ia dihadang dan hendak dirampok. Sunan Bonang berkata pada Sunan Kalijaga, “kelak, kalau ada orang lewat disini, memakai pakaian serba hitam, serta berselendang bunga wora-wari merah, ini sebaiknya rampoklah”. Raden Said menuruti, Sunan Bonang dibebaskan. Kira-kira tiga hari kemudian orang yang ditunggu-tunggu lewat di tempat itu. Raden Said siap menghadang orang itu. Pakaiannya serba hitam, berselendang bunga wora-wari merah. Setelah dihentikan oleh Raden Said, Sunan Bonang berubah menjadi empat. Raden Said ketakutan melihat kejadian itu dan berjanji pada Sunan Bonang untuk mengakhiri perbuatan nistanya itu. Kemudian ia bertapa dua tahun, karena beliau taat pada Sunan Bonang. Setelah bertapa Raden Said pindah ke Cirebon. Disitu beliau bertapa lagi di pinggir kali, bernama Kalijaga. Dari sinilah sejarahnya kenapa beliau bergelar “Sunan Kalijaga”. Lama kelamaan kemudian beliau diambil ipar oleh Sunan Gunung Jati .
Beliau menikah dengan dewi Sarokah dan mempunyai 5 (lima) anak, yaitu:
1. Kanjeng Ratu Pembayun yang menjadi istri Raden Trenggono (Demak)
2. Nyai Ageng Penenggak yang kemudian kawin dengan Kyai Ageng Pakar
3. Sunan Hadi (yang menjadi panembahan kali) menggantikan Sunan Kaijaga sebagai kepala Perdikan Kadilangu.
4. Raden Abdurrahman
5. Nyai Ageng Ngerang.
Dalam suatu cerita dikatakan bahwa Sunan Kalijaga pernah juga menikah dengan Dewi Sarah binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga mempunyai tiga orang putra, masing-masing ialah:
1. Raden Umar Said (Sunan Muria)
2. Dewi Ruqoyah
3. Dewi Sofiyah
Nama Kalijaga menurut setengah riwayat, dikatakan berasal dari rangkaian bahasa Arab “Qadli Zaka”, Qadli artinya pelaksana, penghulu: sedangkan Zaka artinya membersihkan. Jadi Qadlizaka atau yang kemudian menurut lidah dan ejaan kita sekarang berubah menjadi Kalijaga itu artinya adalah pelaksana atau pemimpin yang menegakkan kebersihan (kesucian) dan kebenaran agama Islam.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian, ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1479), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga kerajaan panjang yang lahir pada 1541 serta awal kehadiran kerajaan Mataram di bawah pimpinan Panembahan Senopati. Pada umumnya para Walisongo namanya menjadi terkenal dengan tempat dimana wali itu dimakamkan. Tidak demikian halnya dengan Sunan Kalijaga yang makamnya berada di Kadilangu, tetapi namanya tetap terkenal dengan sebutan “Sunan Kalijaga” .
Sunan Kalijaga mula mula berguru pada sunan Bonang. Setelah itu, beliau datang berguru pada Sunan Gunung Jati di Cirebon dan memohon guna memohon agar seluruh ilmu sunan Gunung Jati diwejangkan kepadanya. Disebut dalam literature Jawa, beliau berguru pula pada para wali yang lain sehingga walaupun beliau adalah wali yang paling muda tetapi merupakan murid yang paling pandai. Menurut pendapat ini, para guru memiliki kemampuan ilmu hanya sebatas yang mereka miliki masing-masing, sedangkan ilmu yang dimiliki sunan Kalijaga mencakup semua ilmu yang dimiliki oleh para wali tersebut. Lebih dari itu, Sunan Kalijaga tidak hanya berguru kepada para wali sesame walisongo di Jawa saja, bahkan dikabarkan pula beliau juga berguru kepada Nabi Khidir a. s., sebagaimana dahulu Nabi Musa a. s. pernah berguru kepada nabi Khidir a.s. Apakah beliau berguru kepada nabi khidir a.s. hanya melalui alam ghaib ataukah dalam kenyataan seperti yang biasanya disebut dalam babad Jawa, masih merupakan suatu misteri yang besar.
Diberitakan Sunan Kalijaga juga berguru pada Dara Petak di Palembang, lalu dilanjutkan pula berguru kepada syaikh sutabris dipulau Upih malaka. Menurut Dr. Hoesein Djajaningrat, syaikh sutabris adalah sebutan ringkas dari syamsu Tabris atau Syamsuddin Ath-Thabrizi yaitu syamsuddin dari thabriztan penulis Diwan-i Syams-i Tabriz. Dalam sejarah kebudayaan Persia nama tokoh ini amat terkenal dan bertalian sangat erat dengan riwayat hidup jalaluddin Rumi (wafat Tahun 1273 M) penyair sufi terbsar dari Persia. Syamsuddin Ath-Thabrizi wafat akibat pembunuhan kejam yang dilakukan oleh lawan mahzabnya pada tahun 645/ 1247 M, sedangkan masa hidup sunan kalijaga adalah beberapa abad sesudahnya. Dari sini dapat dinyatakan bahwa tidak mungkin Sunan kalijaga berguru langsung kepada pribadi syaikh ini sebagaimana tak mungkin benarnya berita-berita di jawa yang menyatakan bahwa syaikh Subratis berpindah kediaman ke Demak setelah berdirinya kerajaan Islam Demak dan kemudian wafat serta dikuburkan di Demak. Adapun yang lebih mendekati kemungkinan ialah bahwa Sunan Kalijaga berguru pada seorang mu’alim di Malaka yang mengajarkan pikiran pikiran Syaikh Sutabris berdasarkan kitab peninggalannya itu .
Melalui pertautan mata rantai Sunan kalijaga dengan Syaikh Sutabris di atas, maka dapatlah kita mereka reka jalan pikiran, sikap dan kehidupan Sunan Kalijaga yang kiranya tentu banyak dipengaruhi oleh jalan pikiran dan sikap hidup gurunya. Sebagaimana diketahui bahwa Syaikh Sutabris dikenal sebagai pengembara sufi yang telah sampai pada derajad fakir, tiada membuthkan tmpat kediaman tertentu, berpindah pindah dan berkililing dari tempat satu ke tempat yang lain dan kehidupan Sunan Kalijaga memang sesuai dengan gurunya yaitu beliau selalu mengembara ke berbagai tempat. Sekali waktu Sunan Kalijaga diberitakan berada di Tegal menggelar wayang Barongan dan dijuliki ki Benguk yang mendalang dengan upah kalimat syahadat dari para penontonnya, yaitu menebus jasa pergelaran wayangnya dengan masuk Islam. Pada saat yang lain lagi diberitakan Sunan Kalijaga sudah berada di pajajaran, mendalang pantun dengan berjuluk sebagai Ki Seda Brabgti dan pada kesempatan yang lain beliau juga suah berada di kawasan Majapahi terus ke Blambangan. Di wilayah bagian timur jawa itu Sunan Kalijaga mendalang Wayang Kulit dan menyamarkan diri dengan nama Kuncara Purba. Sebentar lagi terdengar pula berita bahwa beliau sudah dibagian Jawa Tengah Selatan, yaitu di daerah Bagelen, Mataram, Bukit Jabalkat di Tembayat untuk mendekati tokoh-tokoh tua penting daerah itu agar masuk Islam .
Dari sini dapat kita lihat bahwa pendidikan yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga sangatlah panjang dan beliau juga tidak hanya berguru pada 1 guru saja, melainkan beliau juga berguru pada para wali dan ulama di Nusantara dan luar negeri. Dari banyaknya guru beliau inilah ilmu beliau menjadi sangat luas dan bisa dikatakan beliau adalah gudang ilmu dari para wali songo.
2.2 Metode pendidikan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dalam mendidik Muridnya
Diantara para Wali Sembilan, beliau terkenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, seorang pemimpin, mubaligh, pujangga dan filosofi. daerah operasinya tidak terbatas, oleh karena itu beliau adalah terhitung seorang mubaligh keliling (reizendle mubaligh). jikalau beliau bertabligh, senantiasa diikuti oleh pada kaum ningrat dan sarjana . Kaum bangsawan dan cendekiawan amat simpatik kepada beliau. karena caranya beliau menyiarkan agama islam yang disesuaikan dengan aliran jaman, Sunan Kalijaga adalah adalah seorang wali yang kritis, banyak toleransi dan pergaulannya dan berpandangan jauh serta berperasaan dalam. Semasa hidupnya, sunan kalijaga terhitung seorang wali yang ternama serta disegani beliau terkenal sebagai seorang pujangga yang berinisiatif mengaran cerita-cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran Islam dengan lain perkataan, dalam cerita-cerita wayang itu dimaksudkan sebanyak mungkin unsur-unsur ke-Islam-an,. hal ini dilakukan karena pertimbangan bahwa masyarakat di Jawa pada waktu itu masih tebal kepercayaannya terhadap Hinduisme dan Buddhisme, atau tegasnya Syiwa Budha, ataupun dengan kata lain, masyarakat masih memagang teguh tradisi-tradisi atau adat istiadat lama.
Diantaranya masih suka kepada pertunjukan wayang, gemar kepada gamelan dan beberapa cabang kesenian lainnya, sebab-sebab inilah yang mendorong Sunan Kalijaga sebagai salah seorang mubaligh untuk memeras otak, mengatur siasat, yaitu menempuh jalan mengawinkan adat istiadat lama dengan ajaran-ajaran Islam assimilasi kebudayaan, jalan dan cara mana adalah berdasarkan atas kebijaksanaan para wali sembilan dalam mengambangkan Agama Islam di sini. Sunan Kalijaga, namanya hingga kini masih tetap harum serta dikenang oleh seluruh lapisan masyrakat dari yang atas sampai yang bawah. hal ini adalah merupakan suatu bukti, bahwa beliau itu benar-benar manusia besar jiwanya, dan besar pula jasanya. sebagai pujangga, telah banyak mengarang berbagai cerita yang mengandung filsafat serta berjiwa agama, seni lukis yang bernafaskan Islam, seni suara yang berjiwakan tauhid. disamping itu pula beliau berjasa pula bagi perkembangan dari kehidupan wayang kulit yang ada sekarang ini.
Sunan Kalijaga adalah pengarang dari kitab-kitab cerita-cerita wayang yang dramatis serta diberi jiwa agama, banyak cerita-cerita yang dibuatnya yang isinya menggambarkan ethik ke-Islam-an, kesusilaan dalam hidup sepanjang tuntunan dan ajaran Islam , hanya diselipkan ke dalam cerita kewayangan. oleh karena Sunan Kalijaga mengetahui, bahwa pada waktu itu keadaan masyarakat menghendaki yang sedemikian, maka taktik perjuangan beliaupun disesuaikannya pula dengan keadaan ruang dan waktu. Berhubung pada waktu itu sedikit para pemeluk agama syiwa budha yang fanatik terhadap ajaran agamanya, maka akan berbahaya sekali kiranya apabila dalam memperkembangkan agama islam selanjutnya tidak dilakukan dengan cara yang bijaksana. para wali termasuk didalamnya Sunan Kalijaga mengetahui bahwa rakyat dari kerajaan Majapahit masih lekat sekali kepada kesenian dan kebudayaan mereka, diantaranya masih gemar kepada gemalan dan keramaian-keramaian yang bersifat keagamaan Syiwa-Budha .
Maka setelah diadakan permusyawaratan para wali, dapat diketemukan suatu cara yang lebih supel, dengan maksud untuk meng-Islam-kan orang-orang yang belum masuk Islam. cara itu diketemukan oleh Sunan Kalijaga, salah seorang yang terkenal berjiwa besar, dan berpandangan jauh,berfikiran tajam, serta berasal dari suku jawa asli. disamping itu beliau juga ahli seni dan faham pula akan gamelan serta gending-gending (lagu-lagunya). Maka dipesanlah oleh Sunan Kalijaga kepada ahli gamelan untuk membuatkan serancak gamelan, yang kemudian diberinya nama kyai sekati. hal itu adalah dimaksudkan untuk memperkembangkan Agama Islam.
Menurut adat kebiasaan pada setiap tahun, sesudan konperensi besar para wali, diserambi Masjid Demak diadakan perayaan Maulid Nabi yang diramaikan dengan rebana (Bhs. Jawa Terbangan) menurut irama seni arab. Hal ini oleh Sunan Kalijaga hendak disempurnakan dengan pengertian disesuaikan dengan alam fikiran masyarakat jawa. maka gamelan yang telah dipesan itupun ditempatkan diatas pagengan yaitu sebuah tarub yang tempatnya di depan halaman Masjid Demak, dengan dihiasai beraneka macam bungan-bungaan yang indah. gapura mashidpun dihiasinya pula, sehingga banyaklah rakyat yang tertarik untuk berkunjung ke sana, gamelan itupun kemudian dipukulinya betalu-talu dengan tiada henti-hentinya. Kemudian dimuka gapura masjid, tampillah ke depan podium bergantian para wali memberikan wejangan-wejangan serta nasehat-nasehatnya uraian-uraiannya diberikan dengan gaya bahasa yang sangat menarik sehingga orang yang mendengarkan hatinya tertaik untuk masuk ke dalam masjid untuk mendekati gamelan yang sedang ditabuh, artinya dibunyikan itu. dan mereka diperbolehkan masuk ke dalam masjid, akan tetapi terlebih dahulu harus mengambil air wudlu di kolas masjid melalui pintu gapura. upacara yang demikian ini mengandung simbolik, yang diartikan bahwa bagi barang siapa yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat kemudian masuk ke dalam masjid melalui gapura (dari Bahasa Arab Ghapura) maka berarti bahwa segala dosanya sudah diampuni oleh Tuhan.
Sungguh besar jasa Sunan Kalijaga terhadap kesenian, tidak hanya dalam lapangan seni suara saja, akan tetapi juga meliputi seni drama (wayang kulit) seni gamelan, seni lukis, seni pakaian, seni ukir, seni pahat. dan juga dalam lapangan kesusastraan, banyak corak batik oleh sunan kalijaga (periode demak) diberi motif “burung” di dalam beraneka macam. sebagai gambar ilustrasi, perwujudan burung itu memanglah sangat indahnya, akan tetapi lebih indah lagi dia sebagai riwayat pendidikan dan pengajaran budi pekerti. di dalam bahasa kawi, burung itu disebut “kukila” dan kata bahasa kawi ini jika dalam bahasa arab adalah dari rangkaian kata : “quu” dan “qilla” atau “quuqiila”, yang artinya “peliharalah ucapan (mulut)-mu. Hal mana dimaksudkan bahwa kain pakaian yang bermotif kukila atau burung itu senantiasa memperingatkan atau mendidik dan mengajar kepada kita, agar selalu baik tutur katanya, inilah diantaranya jasa sunan kalijaga dalam hal seni lukis. Dalam hubungan ini dibuatnya model baju kaum pria yang diberinya nama baju “takwo”, nama tersebut berasal berasal dari kata bahasa arab “taqwa” yang artinya ta’at serta berbakti kepada Allah SWT.
Nama yang simbolik sifatnya ini, dimaksudkan untuk mendidik kita agar supaya selalu cara hidup dan kehidupan kita sesuai dengan tuntunan agama. Nama Kalijaga menurut setengah riwayat , dikatakan berasal dari rangkaian Bahasa Arab ‘ Qadli Zaka, Qadli – artinya pelaksana, penghulu : sedangkan Zaka – artinya membersihkan. jadi Qodlizaka atau yang kemudian menurut lidah dan ejaan kita sekarang berubah menjadi Kalijaga itu artinya ialah pelaksana atau pemimpin yang menegakkan kebersihan (kesucian) dan kebenaran agama Islam.
Sunan Kalijaga juga membuat syair yang penuh makna dan masih terkenal sampai sekarang. Hampir semua orang pernah mendengar syair tersebut, syair itu berjudul Lir Ilir. Bukan sekedar Syair dolanan .. tapi lagu penuh makna mendalam. Tidak untuk dinikmati syair dan nadanya semata, tapi yang lebih penting adalah untuk direnungkan dan dicontoh penyeruannya. Berikut adalah Syair Lir ilir beserta maknanya.
Lir Ilir
Lir-ilir, lir-ilir tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jrumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo
Terjemahan bahasa Indonesia dari syair diatas kira-kira adalah demikian:
Ayo bangun (dari tidur), tanam-tanaman sudah mulai bersemi,
demikian menghijau terlihat bagaikan pengantin baru
Wahai gembala, ambillah buah blimbing itu,
walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian
Pakaian-pakaian yang telah koyak sisihkanlah
Jahit dan benahilah untuk menghadap nanti sore
Mumpung sedang terang bulan, mumpung sedang banyak waktu luang
Mari bersorak-sorak ayo…
Hijau adalah warna perlambang agama Islam yang saat itu kemunculannya bagaikan pengantin baru dan sangat menarik hati. Hijau juga berarti pertumbuhan dan kemudaan. Syair di atas tidak menuliskan: “Wahai Raja”, "Ulama, Ulama", "Pak Jendral, Pak Jendral", "Intelektual, Intelektual" atau apapun lainnya, melainkan "Bocah Angon, Bocah Angon...". Ini menunjukkan bahwa syair ini ditujukan juga bagi wong cilik, orang kebanyakan. Karena sesungguhnya orang kebanyakan pun mempunyai tanggungjawab atau amanah sendiri-sendiri. Kullukum roin wa kullukum mas’ulum ‘an roiyatih. Ro’in sendiri dalam bahasa arab biasa diartikan sebagai gembala. Masa kecil Rasullah juga seorang gembala. Orang kecil yang mempunyai amanah yang membutuhkan ketekunan dan kesabaran. Harus dipanjat dengan hati-hati untuk memperoleh buahnya, bukan ditebang, dirobohkan dan diperebutkan. Ini menjaga kelangsungan dari berkah sang pohon blimbing agar tetap bisa memberikan buahnya di masa yang akan datang. Air perasan blimbing jaman dahulu biasa digunakan ibu-ibu untuk mencuci pakaian yang kotornya berlebihan. Karena mengandung sifat asam kuat maka baju yang dicuci dengan air blimbing dapat menjadi bersih kembali seperti baru .
Dodot adalah jenis pakaian tradisional Jawa yang sering dipakai pembesar jaman dulu. Bagi masyarakat Jawa, agama adalah ibarat pakaian, maka dodot dipakai sebagai lambang agama atau kepercayaan. Pakaian juga berarti perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan jiwa adalah perhiasan takwa. (fa ta zawwaduu fa inna khoiro zaadi taqwa). Pakaian adalah akhlak, pegangan nilai, landasan moral dan sistem nilai. Pakaian adalah rasa malu, harga diri, kepribadian, tanggung jawab. Pakaianmu, (yaitu) agamamu atau akhlakmu sudah rusak maka jahitlah (perbaiki). Rusak di pinggir-pinggir artinya bukan rusak total tetapi kurang sempurna. Jadi syair ini menuntun kita untuk menyempurnakan agama dengan keimanan dan ketakwaan yang sempurna pula. Udkhuluu fi silmi kaaffah. Jika engkau melanggar atau mengkhianati amanat, tugas dan fungsimu, maka sesungguhnya engkau sedang menelanjangi dirimu sendiri. Menghinakan diri sendiri. Pakaian yang robek-robek ini perlu diperbaiki sebagai bekal menghadap Robbmu yang Maha sempurna. Maka dondomono, jlumatono, jahitlah robekan-robekan itu, utuhkan kembali, tegakkan harkat yang selama compang-camping oleh maksiat yang masih dilakukan. Selagi ada cahaya terang yang menuntunmu, selagi masih hidup dan masih ada kesempatan bertobat. Bersemangat dan optimislah. Selagi hidayah Allah masih bisa diraih. Bergembiralah, semoga kalian mendapat anugerah dari Alloh .
Demikianlah petuah dari Sunan Kalijaga lima abad yang lalu, yang sampai saat ini pun masih tetap terasa relevansinya. Semoga petuah dari salah seorang waliyullah kenamaan ini membuat kita semakin bersemangat dalam menjalankan ibadah kita di bulan yang penuh rahmat ini. Amin…










KESIMPULAN
1. pendidikan yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga sangatlah panjang dan beliau juga tidak hanya berguru pada 1 guru saja, melainkan beliau juga berguru pada para wali dan ulama di Nusantara dan luar negeri. Dari banyaknya guru beliau inilah ilmu beliau menjadi sangat luas dan bisa dikatakan beliau adalah gudang ilmu dari para wali songo.
2. Dalam mendidik para murid, santri dan masyarakat pada saat itu, sunan kali jaga menggunakan media kesenian, tidak hanya dalam lapangan seni suara saja, akan tetapi juga meliputi seni drama (wayang kulit) seni gamelan, seni lukis, seni pakaian, seni ukir, seni pahat. dan juga dalam lapangan kesusastraan. Selain itu Sunan kalijaga juga membuat suatu tembang yang sangat terkenal sampai saat ini yang mempunyai makna yang sangat bagus dan baik bagi umat Islam khususnya pada masyarakat Jawa dan tembang tersebut berjudul Lir Ilir.


















DAFTAR PUSTAKA

Soekirno, Ade. 1997.” Sunan Kalijogo”. Grasindo: Jakarta

Simon, Hasanu. 2003. “Misteri Syekh Siti Jenar (Peran Wali Songo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa)”. PUSTAKA BELAJAR: Yogyakarta.

Saksono, Widji. 1994. “Mengislamkan Tanah Jawa (Telaah atas Metode Dakwah WaliSongo)”. MIZAN: Yogyakarta.

Ridin Sofwan, Wasit dan Mundiri. 1999. “ Islamisasi di Jawa (Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad)”. PUSTAKA PELAJAR: Yogyakarta

Nasution, S. 2001. “Sejarah Pendidikan Indonesia”. PT. BUMI AKSARA: Jakarta.

http://arishanafi.blogspot.com/2009/01/filosofi-tembang-lir-ilir.html

http://antasena.tk/pengetahuan/makna-tembang-lir-ilir.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar